Oleh: Taufik Fathoni
Bahasa itu unik. Bikin asyik untuk diutak-atik. Dan orang Indonesia tergolong yang paling kreatif dalam utak-atik bahasa.
Kita pandai membuat istilah-istilah baru. Menciptakan cara penulisan kata baru. Bahkan sangat mahir dalam menggeser dan memanipulasi makna kata dari pengertian yang melekat sebelumnya. Apalagi dalam soal membuat eufemisme, boleh jadi bangsa kitalah jagonya.
Utak-atik bahasa dan cara menuliskan kata mulanya menjadi kegenitan para remaja. Misalnya saja huruf “A” diganti dengan angka “4”, atau munculnya istilah “Baper”, “Lebay” dan sebagainya.
Namun belakangan kegenitan seperti itu juga memasuki dunia bisnis. Sehingga dalam iklan sebuah produk kita pun membaca kata dari bahasa Inggris yang mestinya ditulis “Experience” menjadi “Xperience”.
Sedangkan pergeseran makna dalam kata, sekarang ini tampaknya sudah pula terjadi pada idiom agama. Kata “Ceramah” yang sebelumnya dipahami sebagai nasehat dan ajakan untuk bertaqwa kepada Allah, sekarang pengertiannya telah menjadi rancu. Di youtube, tidak sedikit video yang dijuduli sebagai ceramah, tapi ternyata isinya malah orang yang sedang marah-marah. Bukannya menyampaikan nasehat untuk bertaqwa, malah menghujat dan menebarkan kebencian.
Kerancuan dari judul seperti itu, bukan tidak mungkin akan mendistorsi pengertian dari ceramah itu sendiri. Sehingga idiom agama yang bermakna mulia itu berubah menjadi sangar dan menakutkan. ***
Griya Lobunta Lestari