Tempo vs Bahlil, Perlukah TEMPO Meminta Maaf?

lintas Daerah165 kali dibaca

RESPON TEMPO

Terhadap beberapa butir aduan baru tersebut, Teradu kemudian mengirimkan surat penjelasan tambahan tertanggal 14 Maret 2024. Antara lain:
-Kata “ribuan” dalam keterangan sampul Teradu mengacu pada jumlah IUP tambang mineral yang di dalamnya mencakup tambang nikel. Tepatnya sebanyak 1.749 IUP. Sedangkan kalimat “dukungan Presiden” dalam keterangan sampul merujuk pada dua Keputusan Presiden dan satu Peraturan Presiden.
-Kewenangan Pengadu sebagai Ketua Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Investasi dalam Keppres no 1/ 2022 dan Perpres no 70/2023 adalah memetakan lahan yang tidak produktif, mencabutnya dan menetapkan peruntukkannya. Karena itu seluruh seluruh pencabutan IUP dilakukan oleh Satgas yang dipimpin Pengadu. Teradu melampirkan contoh surat pencabutan yang ditanda tangani oleh Pengadu yang juga telah dideskripsikan dalam berita.
-Keterangan Kementerian ESDM menyatakan seluruh proses pencabutan maupun penghidupan kembali IUP sepenuhnya kewenangan BKPM/ Kementerian Investasi. Cq. Satgas Percepatan investasi.
-Teradu juga menyatakan telah melakukan usaha untuk meminta wawancara via WA, surat, dan bantuan politikus senior untuk mendapatkan konfirmasi dari Pengadu agar Pengadu menerima permintaan wawancara. Teradu mencatat sejak 15 Januari 2024, beberapa wartawannya telah mengajukan sedikit 9 kali upaya dan permintaan wawacara.
-Teradu kemudian memastikan, tujuan utama Liputan Investigasinya adalah untuk kepentingan publik dalam menjalankan fungsi kontrol sosial, terutama mengingatkan pemerintah agar tetap mengacu pada tata kelola usaha pertambangan yang baik.

PUTUSAN DEWAN PERS

Merujuk pada semua hasil pemeriksaan itu, Sidang Pleno Dewan Pers pada tanggal 17 Maret 2024, memutuskan ajudikasi Bahlil dan Majalah Tempo sbb:
1. Serangkaian berita Teradu yang diadukan Pengadu, merupakan upaya Teradu dalam menjalankan fungsi pers yaitu melakukan kontrol sosial untuk kepentingan umum/publik sekaligus melaksanakan perannya memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui (Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers).
2. Teradu (berita di majalah dan podcast) telah melakukan kewajiban etik melakukan konfirmasi sebagian, dan belum terkonfirmasi secara administratif. Upaya itu ditulis dalam berita sehingga pembaca tahu bahwa Teradu telah melakukan uji informasi. Secara prosedural tidak ditemukan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik di dalam berita Teradu.
3. Penyembunyian identitas sumber utama Teradu (sumber anonim) terkait dugaan permintaan atau penerimaan upeti dan saham oleh Pengadu, telah sesuai dengan Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik dengan penafsiran “penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.” Teradu mempunyai Hak Tolak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (4) Undang- Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
4. Teradu melanggar Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik karena tidak akurat. Di sampul majalah Teradu tertulis “Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mencabut ribuan izin usaha tambang nikel”, padahal jumlah izin usaha tambang nikel yang dicabut hanya ratusan. Selain itu, Teradu tidak akurat dalam memberitakan tentang “Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Lahan bagi Penataan Investasi”, yang seakan-akan lelang sudah dilaksanakan (hal. 38).
5. Podcast Teradu telah memenuhi kewajiban etik, dengan menayangkan upaya-upaya konfirmasi berupa teks dalam podcast.

Baca Juga:  Klarifikasi Isu Pembangunan Lapas Pancur Batu, Kakanwil Kemenkumham Sumut: Proses Telah Sesuai Prosedur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.