Lintas10.com. Kuansing – Berdasarkan data survei SSGI dari Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting di Kabupaten Kuansing Tahun 2022 sudah mencapai 17,80%. Artinya Kabupaten Kuansing sudah berhasil menurunkan prevalensi stunting sebesar 4.6% dari prevalensi stunting tahun 2021, yang berada pada posisi 22,40%.
” Capaian angka tersebut sudah berhasil kita turunkan dari target yang ditetapkan Provinsi Riau, yakni sebesar 19,07%,” ungkap Plt Bupati Kuansing H. Suhardiman Amby, saat membuka Rembuk Stunting di Pendopo Rumah Dinas Bupati, Rabu (14/6/2013).
Data dari Puskesmas berdasarkan EPPGBM per Februari 2023, masih terdapat kasus bayi yang mengalami stunting atau kekurangan gizi kronis sebanyak 1.119 Balita (4,55%). Sebagian besar kondisi ini, dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi.
” Hal lain yang juga mempengaruhi adalah lingkungan, terutama kebersihan, ketersediaan jamban dan akses air bersih,” tuturnya.
Penurunan stunting menjadi isu yang perlu diberikan intervensi, dalam RPJMD Kuansing 2021-2026 ditargetkan menjadi 6% pada akhir periode dokumen RPJMD.
” Tingkat prevalensi stunting yang masih tinggi, perlu segera kita atasi bersama, baik Pemerintah Kabupaten maupun Pemerintah Desa, individu, komunitas maupun swasta, harus bersinergi dan bersatu dalam upaya penanggulangan stunting,” paparnya.
Menurutnya, sesuai dengan strategi nasional dalam penanggulangan stunting, telah ditetapkan 5 (lima) pilar pencegahan stunting. Kunci pencegahan dan penanganan kasus stunting di 1.000 hari pertama kelahiran (HPK), perlu perhatian kepada ibu hamil dan balita di bawah dua tahun, baik melalui intervensi gizi spesifik maupun intervensi sensitif perlu terus ditingkatkan.