Hari itu, pukul 09.00 pagi, massa sudah memadati Kantor BP Batam. Jumlahnya, bertambah terus hingga siang hari. Jalanan macet dan lalu-lintas lumpuh. Mereka mulai berorasi secara bergantian. Intinya, mereka meminta pemerintah membatalkan niat membangun pabrik kaca raksasa yang dibuat di kampung mereka.
Dalam orasi disampaikan, investasi di Pulau Rempang itu, mengakibatkan warga kampung tua dan situs sejarah terancam punah. Karena itu, ribuan massa yang tidak saja dari Pulau Rempang, Kecamatan Galang, tapi juga dari aliansi Pemuda Melayu se-Provinsi Kepri, tak bisa lagi menahan amarah. “Kami tak bisa diam lagi. Kami menolak relokasi. Karena wilayah yang kami tinggali saat ini adalah tanah adat. Kamipun sudah turun-temurun tinggal di sini” kata Syamsuddin, seorang orator.
Selagi teman-temannya berorasi, sebagian pendemo mulai memanjat pagar Gedung BP dan terus mendesak untuk masuk. Tentu saja tindakan mereka mendapat hambatan dari para petugas. Seketika suasana menjadi panas. Dan, melayanglah semua yang bisa diterbangkan. Batu bersilewaran, botol plastik berisi (maaf) air kencing, juga ikut melayang-layang.
Menurut Syamsuddin, kesabaran masyarakat memang dah memuncak. Karena sebelumnya atau pada 13 Agustus 2023, mereka sudah berbicara dengan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanam Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, saat berkunjung ke Kantor Kecamatan Galang di Kelurahan Sembulang. Ketika itu mereka dengan tegas mengatakan, tidak mau digusur dan mohon mempertimbangkan kembali keinginan pemerintah.
Mereka, kata Syamsuddin, bukan melarang orang luar berinvestasi. Bukan pula menghalangi niat pemerintah mambangun Kepri. “Silahkan saja. Kami tetap mendukung. Tapi kampung tua kami jangan diusik, karena memiliki sejarah budaya yang panjang. Kepri ini kan luas. Bangunlah di tempat yang tak mengganggu pelestarian budaya dan sejarah,” ujar Syamsuddin.