lintas10.com-Muludan adalah salah satu tradisi yang selalu diadakan pada setiap tahunnya di tiga keraton yang ada di Kota Cirebon. Yakni Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman dan Keraton Kacirebonan. Namun tradisi yang sudah berlangsung berabad-abad itu untuk tahun ini terpaksa ditiadakan.
Tradisi yang disebut muludan itu biasa digelar pada pada setiap bulan Rabiul Awal dalam penanggalan hijriyah. Acara puncaknya disebut “pelal” pada tanggal 12 Rabiul Awal, yang tahun ini bertepatan dengan tanggal 29 Oktober 2020.
Acara pokoknya berupa pembacaan Maulid Nabi disertai dengan pawai alegori yang disebut “panjang jimat”. Karena pawai alegori yang mengisahkan kelahiran Nabi Muhammad itu memang menggunakan simbolisasinya dengan benda-benda pusaka atau jimat yang ada keraton.
Sebelas hari lamanya sebelum acara puncak atau pelal, tradisi muludan juga dimanfaatkan untuk menjadi semacam open house oleh masyarakat dari berbagai desa untuk bersilaturahmi kepada sultan. Kecuali itu, para pedagang pun memanfaatkannya sebagai momentum untuk mengais rejeki.
Tidak heran jika setiap acara muludan terdapat ratusan lapak pedagang berdiri di sekitar keraton. Pada saat seperti itu Kota Cirebon kebanjiran tamu yang datang dari berbagai daerah. Bahkan tidak sedikit pula rombongan dari luar kota dan luar Jawa. Akibatnya sejumlah titik jalan di Kota Cirebon menjadi macet, terutama jalur-jalur jalan menuju keraton.
Namun untuk tahun ini tradisi muludan sudah diputuskan untuk ditiadakan. Pemerintah Kota Cirebon melalui Surat Edaran yang ditandatangani Walikota setempat, Drs. Nasrudin Azis, Nomor 450/1381-Adm.Pem.Um tertanggal 22 September 2020, menegaskan tidak merekomendasikan tradisi muludan untuk tahun 1442 H/2020 M.