Dalam permen tersebut ditegaskan Komite Sekolah baik perseorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di sekolah.
bila dugaan praktik jual beli LKS ini terbukti benar berarti telah menyalahi Permendikbud RI Nomor 10 Tahun 2016, tentang Pelimpahan Sebagian Urusan Pemerintahan Bidang Pendidikan Kepada Gubernur dalam Penyelenggaraan Dekonsentrasi, serta Permendikbud RI Nomor 17 Tahun 2016, tentang Juknis Penyaluran Tunjangan Profesi dan Tambahan Penghasilan bagi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Bahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (Mandikbud) Muhajir Effendy, belum lama ini yang dilansir dari media detikNews, Rabu 18 Juli 2018, dimana mengimbau agar guru-guru di sekolah tidak memberikan PR kepada siswa dari ‘menu cepat saji’ alias hanya dari lembar kerja siswa (LKS). Jika hendak memberikan PR, semestinya guru meramu kontennya lewat materi pelajaran yang telah disampaikan.
“Yang saya minta tidak dilakukan adalah kalau guru memberi tugas PR bukan menu pelajaran buatannya sendiri tetapi diambilkan dari menu “cepat saji” dari LKS yang dia beli. Apalagi kalau pengadaannya juga ada permainan antara guru atau sekolah dengan penjual LKS,” kata Muhadjir.
Dengan berdasarkan Jenis jenis pungutan liar (Pungli) di Sekolah sesuai dengan Permendikbud RI Nomor 44 Tahun 2012, dan juga yang dilaporkan oleh Satuan Tugas (Satgas) Sapu Bersih Pungutan Liar, yang dibentuk berdasarkan Perpres RI Nomor 87 Tahun 2016, dengan beranggotakan dari Polri, Kejagung, Kemendagri, Kemenkumham, PPATK, Ombudsman, Bin, dan POM TNI, adalah ada 48 Jenis, yakni diantaranya adalah pada LKS dengan poin nomor 17 (Uang LKS dan Buku Paket). Dan juga sesuai