Ancaman radikalisme terorisme terjadi di mana-mana. Bahkan tidak ada satupun negara yang kebal dari ancaman terorisme. Serangan terorisme terjadi di hampir semua negara termasuk di Indonesia dan Pakistan.
“Umat Islam adalah korban terbanyak dari konflik, perang dan terorisme. Lihatlah data yang sangat memprihatinkan ini, 76% serangan teroris terjadi di negara Muslim; 60% konflik bersenjata terjadi di negara Muslim Lebih jauh lagi, jutaan saudara-saudara kita harus keluar dari negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik, 67% pengungsi berasal dari negara Muslim,” kata Kepala Negara.
Selain itu, Presiden mengingatkan, bahwa jutaan generasi muda kehilangan harapan masa depannya. Kondisi yang memprihatinkan ini sebagian terjadi karena kelemahan internal, namun kontribusi faktor eksternal juga tidak sedikit.
“Apakah kita akan biarkan kondisi yang memprihatinkan ini terus berulang terjadi dan berulang terjadi lagi? Kalau anda bertanya kepada saya, maka saya akan menjawab tidak. Kita tidak boleh membiarkan negara kita terus dalam situasi konflik, kita tidak boleh membiarkan dunia dalam situasi konflik. Penghormatan kita kepada kemanusiaan, kepada humanity seharusnya yang menjadi pemandu kita dalam berbangsa dan bernegara, sekali lagi penghormatan terhadap kemanusiaan,” ucapnya.
Presiden menggarisbawahi, bahwa sejarah mengajarkan kepada kita semua bahwa senjata dan kekuatan militer tidak akan mampu menyelesaikan konflik. Senjata dan kekuatan militer saja, tidak akan mampu untuk menciptakan dan menjaga perdamaian dunia.
“Yang akan terjadi justru persaingan, perlombaan senjata yang akan terus menciptakan ketegangan. Indonesia adalah negara yang pernah mengalami konflik,” kata Presiden.