“Dalam hal ini Kita memperkirakan negara mengalami kerugian hingga miliaran rupiah perbulannya. Karena aktivitas tersebut tidak memiliki travo pribadi. Akan tetapi mengambil arus yang ada dengan masyarakat umum lainnya. Hal tersebut yang menjadi penyebab terjadinya pemadaman listrik di wilayah Deli Tua,” jelas Fachmy.
Bahkan dijelaskannya, akibat penggunaan arus listrik mesin penambang Bitcoin yang begitu besar kerap menimbulkan terbakarnya travo dan meledak.
“Kita saja untuk kebutuhan rumah tangga meteran 1300 watt biasa dikenakan biaya500 ribu rupiah perbulan untuk isi tokennya. Lantas bagaimana 500 ribu rupiah dikali 150 mesin disatu ruko. Jika dirupiahkan kurang lebih seharusnya mereka bayar Rp 75 juta dalam satu ruko perbulannya ke PLN,” bebernya.
Disebutkannya hasil penelurusan timnya, para mafia penambang Bitcoin memiliki 30 ruko di wilayah Medan.
“Kita perkirakan kerugian PLN perbulannya yang ditimbulkan dari kong kalikong oknum PLN dan mafia nerinisial ‘As’ mencapai miliaran rupiah. Anehnya praktek haram tersebut seolah tak tersentuh pihak kepolisian dan PLN,” terang Fahmy.
Fahmy mencontohkan Malaysia sebagai negara yang sudah berulang kali membersihkan aksi-aksi mafia penambang Bitcoin di negaranya. Bahkan tak sedikit yang dijebloskan ke penjara karena melakukan praktik pencurian arus listrik.
“Makanya besar harapan kita hal ini menjadi perhatian khusus bapak Kapoldasu, Pangdam I/BB bahkan harus jadi atensi Kapolri. Walikota Medan pun mungkin tidak pernah tau praktik curang para mafia di kota Medan ini. Karena ini bentuk kejahatan luar biasa yang merugikan negara secara besar-besaran. Tangkap mafia Bitcoin dan periksa petugas P2TL PLN,” pinta Fachmy.
Sampai berita ini ditayangkan oleh redaksi, awak media masih berupaya meminta tanggapan resmi dari pihak PLN tentang kerugian negara atas dugaan permainan curang oknum petugas P2TL PLN dilapangan. (Ly).