“Memang saat itu ada batang sawit di sana, namun menurut kami sawitnya tidak terawat,” ujar Nasir.
Nasir menjelaskan, secara teknis dilakukan pendataan siapa pemilik lahan di areal itu, awalnya terdata bahwa mayoritas yang menguasai lahan di aral itu adalah masyarakat Kecamatan Sungai Apit. Sehingga perusahaan memberikan kuasa kepada salah seorang warga Sungai Apit untuk merangkul masyarakat, sehingga terbentuk kelompok tani dan koperasi sebagai badan hukum untuk mengelola lahan.
Untuk Akasia yang di panen di lokasi itu lanjut Nasir bahwa benar tidak ditanam perusahaan, kayu tumbuh sendiri saat adanya moratorium lahan Gambut.
“Itu tumbuh sendiri, saat adanya moratorium gambut oleh kementerian lingkungan hidup dan kehutanan,” katanya.
Dijelaskan, ia mengklaim bahwa lokasi masuk konsesi perusahaan.
“Itu konsesi kami,” sebut nya dengan santai.
Persoalan lahan antara warga dengan perusahaan khususnya di daerah Kecamatan Pusako melibatkan perusahaan penyedia kayu ini sudah kerab terjadi.
“Bukan sekali ini saja tanaman dilahan saya yang dirusak,” kata Sugianto lagi.
Atas kejadian itu juga Ali Masruri mantan ketua PWI Kabupaten Siak yang saat ini menjabat ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Kabupaten Siak menyayangkan apa yang telah terjadi pada warga yang lahannya di serobot perusahaan.
“Seharusnya terlebih dahulu dikomunikan dengan baik, mana yang menjadi hak masyarakat tidak di ganggu,” sebutnya.
Keberadaan perusahaan lanjut Ali jangan sampai memberikan dampak yang tidak harmonis dengan warga.
“Perlu dijaga keharmonisan hubungan antara perusahaan dengan warga, ini catatan bagi Pemerintah,” jelasnya. (Tim/rls/Sht)