Dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat-China yang merusak tidak hanya memberikan sentimen negatif terhadap kegiatan dagang global tetapi turut meningkatkan risiko perlambatan pertumbuhan dunia.
Merujuk dari apa yang disampaikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bahwa perang dagang yang berkepanjangan telah memicu kondisi ekonomi dan keuangan global yang tidak kondusif. “Berbagai negara termasuk Indonesia sedang menghadapi dan berupaya untuk mengatasi berbagai tantangan yang disebabkan oleh perkembangan ekonomi dan keuangan global yang tidak kondusif,”
Perang dagang ini menimbulkan sebuah resiko yang telah terjadi juga di berbagai Negara lain yang dampaknya akan meningkatkan risiko geopolitik namun akan member keterlambatan pada ekonomi global. Sehingga efek dari perang dagang ini akan membuat harga barang semakin rendah ketika diperdagangkan secara global, karna jelas kita ketahui dengan perang dagang ini kondisi permintaan global akan menurun.
Dalam perdagangan ini akan memicu pada eskalasi perang dagang yang pada Indonesia sendiri akan dipersulit dalam mendorong ekspor. Karna Indonesia akan dijadikan sebagai sasaran untuk penetrasi dan netralisasi penyaluran barang-barang impor karna adanya keterbukaan perekonomian di Negara kita Indonesia ini.
Terhambatnya ekspor dan peningkatan impor mengakibatkan neraca perdagangan akan terus berpotensi defisit. potensi melambatnya ekonomi di masing-masing negara bisa direspons dengan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih longgar dengan tujuan mencegah resesi mendorong pertumbuhan ekonomi. Pelonggaran moneter diwujudkan dengan suku bunga yang lebih rendah. Kebijakan moneter bank sentral global akan lebih dovish. Kondisi ini mendorong aliran modal global menuju negara-negara yang menawarkan yield yang tinggi termasuk ke Indonesia.