“Dalam kondisi seperti ini kita harus solid dan tidak ada jarak antara yang memimpin dan yang dipimpin, soliditas diperlukan karena ancaman pemecah belah selalu ada,” katanya.
Lebih lanjut Panglima TNI menyatakan, bahwa bangsa Indonesia harus menyatukan tekad untuk kembali kepada nilai-nilai asli dan kearifan lokal bangsa Indonesia serta mengimplementasikan kembali Pancasila secara benar dalam setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
“TNI dan Polri tidak boleh ada jarak, karena inti kekuatan bangsa Indonesia adalah TNI dan Polri. Apabila salah satu dilemahkan, maka Indonesia akan terganggu stabilitas nasionalnya,” ungkap Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Panglima TNI menjelaskan, bahwa Undang-Undang terorisme Indonesia masih mengkategorikan terorisme sebagai tindak pidana biasa, seharusnya terorisme didefinisikan sebagai kejahatan negara.
“Teroris itu sudah pembunuhan massal, membuat ketakutan berlebihan, merusak sendi-sendi kehidupan bahkan merusak kedaulatan negara, karena teroris adalah kejahatan negara,” katanya.
Olen karena itu, kata Panglima TNI, untuk mewujudkan kebijakan pemerintah tentang industri pertahanan, maka harus dilakukan pemanfaatan industri pertahanan dalam negeri untuk pemenuhan Alutsista TNI.
“Proses perencanaan pengadaan Alutsista TNI harus seijin Panglima TNI (sesuai UU RI No 34/2004 tentang TNI), memiliki interoperabilitas, transparansi, akuntabilitas serta terbaik, terinci, tepat guna dan berdaya guna serta mampu mendukung tugas pokok TNI,” pungkas Panglima TNI.
Turut hadir dalam pengarahan tersebut diantaranya Kasad Jenderal TNI Mulyono, Kasal Laksamana TNI Ade Supandi dan Kasau Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.Ip.(Ebenezer Sihotang)