Pertanyaan sebenarnya berangkat dari sebuah dokumen berjudul: “Matriks daftar nama pengurus/anggota/ simpatisan HTI merupakan pegawai pemerintah (ASN, TNI, dan Polri) akademisi (PTS dan PTN), serta unsur lainnya” yang diterima redaksi. Dalam dokumen tersebut tercamtum nama-nama pengurus, anggota, dan simpatisan HTI yang bekerja sebagai PNS di seluruh provinsi di Indonesia.
Peredaran dokumen ini sempat menuai kritik Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah. Menurutnya peredaran dokumen tersebut adalah sebuah kekeliruan.
“Ini bisa menjadi dosa Presiden Jokowi kalau dia (aparatur pemerintahannya) melakukan itu,” kata Fahri kepada Tirto.
Bagi Fahri peredaran dokumen yang memuat daftar pengurus, anggota, dan simpatisan HTI bukan sekadar masalah etis, tapi sudah termasuk pelanggaran hukum. Ia mengatakan dokumen tersebut bisa memicu diskriminasi dan persekusi.
Pimpinan DPR bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat ini percaya dokumen itu tidak dibuat oleh masyarakat sipil. Ia berharap pemerintah, terutama Presiden, menghentikan peredaran dokumen tersebut. Sebab menurutnya dokumen itu juga bisa menjadi alasan penggulingan presiden.
“Itu bukan saja tidak etis. Itu melanggar. Saya bisa saja mengatakan: presiden bisa saja di-impeach, loh, gara-gara begitu,” kata Fahri.
Sejumlah pihak yang dikonfirmasi Tirto membantah terlibat dalam proses pendataan maupun penyebaran orang-orang HTI. Tjahjo mengatakan ia sempat mendapatkan dokumen serupa. Namun, menurutnya, masih perlu diperiksa kembali akurasinya.
“Di Kemendagri sedang pengecekan detail dulu, ada atau tidak. Yang ASN, kan, perlu dicek dengan benar, jangan sampai jadi fitnah,” ujar Tjahjo tanpa menjelaskan dokumen itu ia dapatkan dari siapa, pada hari Minggu lalu.