“Sudah di bunuh dulu baru di gantung, untuk formalitas bunuh diri, karena tangannya mengngepal, matanya tertutup, lidahnya hanya setengah keluar dan ditemukan tisu di alat kelaminnya, sementara kami di kos ini tidak ada tisu, cuma satu tisu aja di temukan di alat kelaminnya,” bebernya.
Rut menceritakan bahwa almarhum abangnya sebelum meninggal tidak memiliki riwayat sakit dan permasalahan keluarga, keluarga seluruhnya juga menduga kematian mendiang seperti pembunuhan yang sudah jauh hari di rencanakan.
“Karena senin pun dia masih kerja, bahkan hari selasa ini dia mau lanjut kerja, tidak ada tanda-tanda bunuh diri, tidak ada masalah sama keluarga, hanya saja ada beberapa chat yang hilang, kepolisian juga pernah bilang segala yang terhapus bisa kembali, namun ketika hp abang saya di cek, kenapa WhatsApp nya tidak dapat di cek, dengan sebab privasi WhatsApp tinggi jadi mendiang menggunakan pengaturan End to end .” ucapnya.
Dihimpun bahwa di kematian Riski terdapat koper untuk alat bantu bunuh diri, namun setelah dilakukan uji coba kepada keluarga, ternyata pada saat di injak koper tersebut meleot atau penyok.
“Berdasar kan cerita dari teman baik nya yang pertama kali menemukan, dia kata nya pakai koper, sementara pintu kami itu pendek. Abang saya lumayan tinggi, lalu sal nya hanya gini (tidak melilit) lalu setelah dilakukan penguburan, kami balik ke sini, kami cobalah koper itu naik dan koper itukan hanya isi kain sedikit otomatis ketika di injak peot kopernya,” kesalnya.
Lagi – lagi keluarga korban menyebutkan bahwa tidak ada satupun alasan yang meyakinkan mereka kalau Riski mati karena gantung diri.
“Karena tidak ada satu alasan pun yang membuat kami yakin kalau dia bunuh diri, karena tidak ada permasalahan dengan keluarga kami, jadi semua kejanggalan yang kami temukan sangat besar, dugaan kami bahwa dia mati di bunuh, karna abang saya ini sangat bijak dalam bertindak pak, bunuh diri bukan lah tipe mendiang,” tuturnya.