Perjuangan hidup di masa itu kata Katung sesuai cerita Itan memang tidak dapat di lupakan.
“Jaman itu hidup cukup susah untuk memenuhi kehidupan dengan cara berladang dengan mengandalkan seadanya hanya bermodalkan jalan kaki karena masa itu tak ada kendaraan,” katanya sambil mata berkaca-kaca.
Bila ada yang mengungkapkan kenapa baru sekarang di tuntut lanjut Katung sudah kesekian kalinya dilakukan upaya dan akan terus berjuang sampai titik darah penghabisan.
“Alhamdulilah kemarin ada respon dari Pemerintah Daerah Siak untuk memfasilitasi, tentunya kami merasa senang, namun harapan dari warga segera terealisasi kebun kelapa sawit yang dijanjikan,” kata Katung.
Nusarudin juga mengatakan hal yang sama, menurutnya sudah puluhan tahun perusahaan memberikan harapan tetapi kenyatannya PHP (pemberian harapan palsu) yang dirasakan warga.
“Kehadiran perusahaan di Kampung kami ini besar harapan memberikan dampak bagi perekonomian terutama warga asli,” kata sekretaris Pecahan 117 KK ini.
Serta 80 hektar lahan warga masih di kuasai perusahaan belum ada ganti rugi.
“Itupun harus di berikan kepastian untuk dikembalikan ke warga, itulah keinginan kami,” sebutnya mengakhiri.
Hingga berita ini tayang belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Daerah Siak terhadap konflik tersebut. Begitu juga dari Perusahaan PT.Kimia Tirta Utama. (Sht)