Berdasarkan hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan para aktivis anti korupsi, Muchlis menjelaskan, beberapa area di sektor bidang pendidikan yang sering menjadi sasaran tindak pidana korupsi, antara lain, Dana Alokasi Khusus (DAK), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pembangunan infrastuktur sekolah, pengadaan buku, dana bantuan Pemerintah, gaji guru, dana beasiswa, dan pengadaan sarana dan prasarana sekolah.
“Ini kira-kira objek yang menonjol di sektor pendidikan. Oleh sebab itu, kita betul-betul harus waspada. Bagi bapak dan ibu yang punya program yang berkaitan dengan ini maka mohon ini agak dipelototi, agak betul-betul serius, supaya jangan sampai ada peluang yang menyebabkan bermasalah di kemudian hari,” ujar Guru Besar Universitas Negeri Jakarta ini.
Jika dilihat dari skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK), lanjut Muchlis, IPK Indonesia pada tahun 2018 mencapai nilai 38 dari skala 0 -100. Dengan nilai ini, Indonesia berada pada urutan 89 dari 180 negara. “Jadi dengan nilai indeks ini, di negara kita masih banyak korupsinya,” katanya.
Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan pencegahan tindak pidana korupsi di lingkungan Kemendikbud, Inspektorat Jenderal menyelenggarakan Rapat Koordinasi Pencegahan Korupsi, diikuti 180 peserta, terdiri dari pejabat satuan kerja pusat yang menangani pencegahan korupsi di satuan kerjanya masing-masing. Tujuan dari rakor ini adalah agar para peserta memahami dan dapat menyiapkan program kegiatan pencegahan korupsi yang inovatif, meliputi program pencegahan korupsi, program pencapaian Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi (ZI WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM); program whistle blowing system. Pada program ini, aplikasi disediakan oleh Kemendikbud, bagi yang memiliki informasi dan ingin melaporkan perbuatan yang berindikasi pelanggaran dapat dilakukan melalui aplikasi ini, dan; analisis risiko.