Masyarakat Melayu asli Pangkalan Pisang terus berjuang dan mencari dukungan ke berbagai pihak untuk membantu memperjuangkan hak-hak mereka.
Perkumpulan Tuah Ekspedisi Mahasiswa dan Pemuda Intelektual Siak (TEMPIaS), yang diketuai oleh Juwana, SH menyebutkan, kelompok masyarakat melayu asli Pangkalan Pisang sudah datang dan meminta pendapat terhadap permasalahan ini.
“Iya, benar dan kami sudah mendiskusikan permasalahan ini dengan masyarakat melayu asli pangkalan pisang yang datang ke kami. Bahkan saya sudah menjumpai Ketua Koperasi Produsen Sentra Madani Siak bersama bendaharanya di Islamic Centre, untuk mendapatkan informasi yang berimbang,” ujar Juwana.
“Kami sudah mentelaah dan membedah perjanjian kerjasama tersebut, dan hasil telaah kami memang perjanjian tersebut penuh dengan kejanggalan dan kesalahan,” Sebut Juwana, SH.
“Menyikapi persoalan ini menurut saya dari kulit luarnya saja sudah kelihatan salahnya, apalagi kalau kita bedah sampai isi dalamnya berdasarkan asas-asas hukum perikatan, hukum administrasi dan hukum tata negara.” terang Juwana.
Dalam KUHperdata, syarat sah perjanjian itu ada 4, yaitu 2 syarat subjektif dan 2 syarat obektif, jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu dapat dibatalkan, dan bila syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum.
Bahwa pada syarat objektif dulu, yaitu tentang suatu hal tertentu, dan kausa hukum yang halal, yang disepakati dalam perjanjian.
“Bahwa berdasarkan informasi yang kami peroleh dari masyarakat melayu Pangkalan Pisang, keterangan dari aparatur pemerintah desa Pangkalan pisang, bahkan dari ketua Koperasi Sentra Madani, bahwa sesungguhnya Koperasi Sentra Madani tidak memiliki alas hak dan dasar atas tanah seluas 298,10 hektar yang menjadi objek yang diperjanjikan dalam perjanjian tersebut. Sehingga objek tersebut bukanlah objek yang dapat dijadikan barang yang dapat diperjanjikan dan menjadi kausa hukum yang halal. Dalam perjanjian disebutkan bahwa koperasi/ anggota-anggota koperasi calon plasma, adalah pihak yang memiliki hak atas tanah di peta bidang APL tersebut, sementara faktanya tidak ada sama sekali,”terang Juwana.