Tak hanya intoleransi, lanjut Alfedri, isu radikalisme juga semakin mengemuka. Bibit-bibit radikalisme berpotensi terjadi di semua kalangan agama seiring dengan banyaknya temuan kaum muda yang diduga terpapar paham ini (radikalsme).
Gerakan ekslusif transnasional ini dapat mengancam keberagaman, apa lagi di dalam situasi pandemi Covid-19 yang telah mengubah gerakan tidak terlalu lebar.
“Alhamdulilah di Siak sampai hari ini warganya masih tetap hidup rukun dan damai. Ini merupakan modal sosial yang berharga untuk pembangunan daerah. Untuk itu kondusifitas ini harus terus dijaga dan dipupuk. Jangan sampai ada sepercik api yang dapat menyulut konflik, baik internal umat beragama maupun antar umat beragama,” jelasnya.
Lebih lanjut Alfedri menyatakan bahwa yang perlu disadari bersama, bahwa pembinaan kehidupan umat beragama tidak semata menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun umat beragama sendirilah yang pertama dan terutama harus memikul tanggung jawab itu.
“Oleh karena itu, peran tokoh agama sangat penting untuk menjaga keutuhan umat beragama. Tokoh agama dituntut untuk menebarkan semangat kebersamaan untuk merawat kerukunan, menghindari ujaran kebencian dan perilaku yang dapat menimbulkan luka bagi sesama saudara,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua FKUB M. Winto, mengatakan, sebelum terbitnya aturan tentang adanya FKUB ini dari pemerintah di Kabupaten Siak “Ini membuktikan bahwa soal kerukunan antar umat beragama sudah lama manjadi konsen dari pemerintah maupun berbagai elemen lainnya,” jelasnya.
Ke depan, M Winto, S.Pd. meyakinkan jika FKUB Kabupaten Siak akan terus berpartisipasi untuk mewujudkan Siak yang rukun dan damai. Sejauh ini apa yang telah dilakukan oleh FKUB sedikit banyak telah membantu menjaga kondusifitas daerah di Siak.