Pangdam punya kulit dan rambut beda dengan kami orang Papua, tapi hati kami dan jiwa kami jadi satu, sama-sama mau membangun Negara membantu mensejahterahkan rakyat maka kami bersaudara. Meskipun mereka punya warna kulit sama dengan Saya, rambut sama keriting tapi jiwa kita tidak sama. Mereka selalu mau bikin kacau sedangkan kami selalu ingin damai agar bisa bangun Papua,” pungkasnya.
“Ingat Tuhan Yesus itu tidak mengajarkan perbedaan, Tuhan Yesus mengajarkan kasih dan damai, tidak melihat suku dan warna kulit tapi jiwanya sama. Kalian orang Papua mengaku pegang Injil tapi tidak mau menerima orang yang beda warna kulitnya dari kalian, itu durhaka pada Tuhan Yesus,” jelasnya.
Disinggung masalah penyerahan atau hibah lahan kepada Kodam XVII/Cenderawasi, Alex Doga mengatakan bahwa yang diserahkan adalah hak ulayat sukunya.
“Yang kami serahkan bukan punya mereka yang suka berbicara miring-miring. Lahan kami serahkan bukan kepada Pangdam pribadi tapi kami serahkan kepada negara utntuk kepentingan negara. Kami ingin segara dibangun markas ABRI di Distrik Silo Karno Doga, untuk pengamanan dan utuk mensejahterakan rakyat. Ini sudah terbukti dari sejak dulu ABRI selalu bantu rakyat, bangun jalan, bangun gereja, bangun sekolah, jembatan, bantu pertanian rakyat, mengajar anak-anak di sekolah dan lain-lain. Jadi para kepala suku sudah melihat bahwa untuk bangun pegunungan tengah ini harus oleh ABRI. Mereka itu yang suka ribut, komentar miring tidak pernah bantu rakyat sedikitpun, mereka makan dari uang Negara tapi mereka bikin kacau negara, ” ungkap Alex Doga.
Senada dengan itu, Kepala Suku sekaligus kepala desa Habo Kologo juga mengisahkan.
“Saya ini bekas pimpinan TPN/OPM, dulu saya berjuang pernah lari sampai ke PNG. Tapi saya dapat apa? Itu omong kosong semua. Saya pikir di kampung saya punya tanah ulayat luas, lebih baik Saya pulang bertani. Sekarang saya punya kebun jeruk luas, ada tanam nanas, hipere dan macam-macam,” tutur Habo.