Padangsidimpuan, lintas10.com – Belum lama ini baru saja tersiar kabar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
PP itu diterbitkan untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.
PP tersebut diterbitkan berdasarkan Pasal 81A ayat (4) dan Pasal 82A ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O16 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2OO2 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
Merangkum berbagai sumber, dalam Pasal 2 ayat 1 dalam PP 70 tersebut, pelaku kekerasan seksual terhadap anak dapat dikenakan hukuman berupa kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi.
Semntara itu dalam prespektif islam sendiri hukuman kebiri, baik fisik atau kimiawi dalam pandangan hukum Islam adalah jenis hukuman yang tidak diperbolehkan atau haram hukumnya untuk dilakukan, karena bertentangan dengan dalil-dalil shahih yang telah disepakati para ulama.
“Dalam kaca mata islam enggak ada itu hukum kebiri seperti itu, nah kalau itu tindakan perzinaan, perkosaan yang ada hukum zina, kalau dia sudah menikah maka dia harus di rajam (dilempari sampai meninggal) dan kalau dia belum menikah dia itu di pukul 100 kali,” tutur ketua MUI Kota Padangsidimpuan, Zulfan Efendi Hasibuan, (13/01/2021).
Masih lanjut ketua MUI Padangsidimpuan, Ia menjelaskan hukum kebiri itu satu sisi akan menghilangkan hak – hak manusia, jadi dengan dikeberinya seseorang hilanglah syahwatnya secara permanen.