Cirebon, lintas10.com – DPRD Kota Cirebon, Jawa Barat, sedang menjadi sorotan menyusul dicabutnya Raperda tentang Cagar Budaya yang sudah disusun sejak 2017.
Dicabutnya Raperda itu sendiri pada 1 Oktober lalu, dalam Rapat Paripurna di Griya Sawala DPRD Kota Cirebon. Ketua DPRD setempat, Affiati, dalam sambutannya waktu itu mengatakan,
Raperda tersebut ditarik karena pelestarian cagar budaya merupakan kewenangan Pemprov Jabar. Karenanya, Pemerintah Kota Cirebon tidak mempunyai kewenangan dalam hal pelestarian cagar budaya.
“Dari laporan Bapemperda raperda ini ditolak oleh Pemprov Jabar, sehingga pembahasannya ditarik,” kata Affiati, dikutip lintas10.com dari TRIBUNJABAR.ID.
Padahal sudah banyak waktu kerja yang terbuang percuma, dan tidak sedikit pula anggaran yang dikeluarkan selama pembahasannya. Wajar jika pencabutan Raperda itu masih terus disoroti dan menjadi perbincangan di tengah masyakat. Sebab selain Raperda tersebut dipandang penting untuk menjaga kelestarian cagar budaya yang ada di wilayah Kota Cirebon, juga karena alasan pencabutannya dipandang naif.
“Memalukan, wakil rakyat kok gak memahami aturan pembuatan Perda. Kerjanya seperti main-main, gak serius, cuma buang-buang anggaran saja,” kata Dede Permana, S.Sos, mantan aktivis mahasiswa yang sekarang berwiraswasta.
“Kalau mereka tahu diri dan menyadari kesalahannya, mestinya dapat menunjukkan pertanggungjawabannya kepada masyarakat. Minimal minta maaflah,” ujarnya lagi, kepada lintas10.com Senin (26/10).
Ditemui terpisah, advokat Dan Bildansyah, SH memandangnya sebagai sebuah keprihatinan jika legislator tidak menguasai regulasi tentang penyusunan sebuah raperda atau peraturan daerah lainnya.
Menurutnya pula, jika anggota dewan sesungguhnya tahu bahwa cagar budaya itu kewenangan provinsi, maka dalam perspektif hukum, semua biaya yg dikeluarkan untuk proses Raperda tersebut dapat menjadi kerugian negara dan berindikasi tindak pidana korupsi. ***